Jaketnya kuning cerah, celana bahan, dan sepertinya belum sadar penuh dari tidur kilatnya.
Kami janjian makan seafood tapi karena sudah terlalu malam, lagi-lagi bertemu di Upnormal.
Kami duduk berseberangan, tepat di depan pintu orang lalu lalang. "Jadi ngga? Pulang nih." Kataku setengah memaksa. Lalu duduknya berpindah di sebelahku.
Dan kata-kata itu akhirnya keluar juga dari mulutnya, "Oneng mau nggak jadi istri saya?" Mendengarnya, terasa segeli membaca: "Assalamualaikum, saya Rifqi anaknya Tante Alis.." di layar handphone, siang hari bolong 1 Agustus 2018.
***
Namanya Rifqi, tidak pernah sama sekali bertemu bahkan niat berkenalan. Aku hanya mengenal Mamanya sejak aku kecil. Beliau sering menginap di rumahku setiap kunjungannya ke Yogya. Teman baik Mamaku semasa SMA😜
Ngomong-ngomong soal Rifqi, pertengahan 2018, kalau tidak salah, kami sempat 'bertemu' dengan kedok, "Nduk, malam minggu bisa minta tolong antar kain ke anaknya teman Mama di Janti?" awalnya berjalan biasa saja, sampai Mama tidak hentinya memastikan malam itu aku pasti bisa ke sana.
Ada yang tidak beres, tapi aku berusaha biasa saja karena waktu itupun sepertinya aku baru saja putus, dalam masa ketenangan belum mau mencari pengganti. Untuk apa sih repot-repot, kan? Tapi semua jadi lain kalau Mas Tata yang bicara. Pagi itu kami hanya berdua saja membeli kembang tahu di Jalan Asem Gede, tiba-tiba, "Kamu mau nggak dikenalin?" Aku pikir seperti yang sudah-sudah, dikenalkan dengan temannya, ngga makasih, dalam hati. "....bentar, ini jangan-jangan yang kain itu ya?" Berlaga bego, atau memang rencana konyol itu hanya Mama yang tahu, aku menceritakan semuanya.
Di situlah kami, aku dan tentengan kain batik, dia yang -ternyata setelah aku tanyai belakangan- tidak tahu apa-apa, dan Mas yang berusaha membuka obrolan. Singkat sekali pertemuan itu, sampai-sampai kesimpulan: "Orangnya diem banget ya, Neng." terucap juga di bawah jembatan tempat kami berteduh, kehujanan.
Di situlah kami, aku dan tentengan kain batik, dia yang -ternyata setelah aku tanyai belakangan- tidak tahu apa-apa, dan Mas yang berusaha membuka obrolan. Singkat sekali pertemuan itu, sampai-sampai kesimpulan: "Orangnya diem banget ya, Neng." terucap juga di bawah jembatan tempat kami berteduh, kehujanan.