Home

Monday, February 2, 2015

Siklus Dua Tahunan

Untukmu. 
Tolong baca perlahan layaknya kamu mendengarku mendongengimu.
Boleh ya, aku pinjam sebentar kedua telingamu yang sabar dan tekun sampai aku selesai dengan Tuan Otak dan Nona Hati? 

***

Meja bundar tempat kami berdiskusi kali ini lengang tanpa ada sebarang apapun di atasnya. Aku hanya membawa notes kecil, pena, dan spidol warna-warni. Kujejalkan semuanya ke dalam tas. Mereka akan keluar sebagai senjata ampuh terakhir kalau-kalau rapat kecil ini berubah menjadi gaduh. 

Tuan Otak dan Nona Hati ternyata datang tepat waktu rukun berbarengan. Diikuti barang bawaan masing-masing yang punya dua kaki untuk berjalan. Ya tentu saja! Aku tidak sembarangan menyebut kata gaduh di paragraf atas tadi. Barang bawaan mereka memiliki mulut yang bisa berbicara. Aku mempersilakan kedua rombongan duduk berhadapan, aku di tengah-tengah. 

"Selamat datang kembali untuk Tuan Otak dan Nona Hati, yang mulia. Saya sebagai pemimpin rapat sekaligus hakim pemutus perkara akan membacakan kasus yang lalu sebagai rujukan. Mohon disimak baik-baik karena hanya akan saya bacakan satu kali."

"Dua tahun yang lalu, kasus dimenangkan oleh Tuan Otak di mana kasus yang terjadi adalah tersangka X membuat korban jatuh hati sejatuh-jatuhnya. Kasus ini adalah kasus yang lumayan alot, pun telah kita bahas berkali-kali karena tersangka secara terang-terangan dibela oleh pihak Nona Hati. Bukti-bukti yang saat itu Nona Hati bawa adalah lukisan, dompet kulit, gelang selamanya, topi ulangtahun, dan beberapa foto-foto. Sedangkan Tuan Otak yang membela pihak korban, membawa bukti berupa rekaman pertemuan-pertemuan antara korban dan tersangka. Saya sebagai hakim pemutus perkara pada saat itu telah memutuskan bahwa kasus ini telah selesai yang ditandai dengan dimusnahkannya bukti-bukti yang dibawa Nona Hati. Rekaman tersebut telah dibenarkan oleh saksi-saksi dari pihak keluarga korban dan kami buktikan keasliannya."

"Permisi, Tuan Otak dan Nona Hati! Tolong kecilkan suaramu..."

"Minggu lalu saya didatangi oleh korban. Korban mengaku rumahnya telah diketuk oleh seorang pemuda. Tapi dia kemudian bingung, apakah ini waktu yang tepat baginya untuk membuka pintu rumahnya kembali? Saya terlalu pusing untuk memutuskan kapan waktu yang tepat. Maka dari itu masalah inilah yang jadi bahan diskusi kita dalam agenda rapat berminggu-minggu ke depan."

"Saya persilakan Tuan Otak dan Nona Hati untuk berdiskusi dengan masing-masing barang bawaannya. Rapat kemudian akan saya tutup."

1 comment: